sumber |
Kesehatan
adalah hal terpenting yang kita miliki dan harus kita jaga. Kesehatan memang
seringkali terabaikan, baru disadari saat kita dalam kondisi jatuh sakit.
Kesehatan ini mahal harganya, maka sering diungkapkan bahwa mencegah (tindakan
preventif) lebih baik daripada mengobati (tindakan kuratif). Kesehatan pun
menjadi semakin mahal saat kita tidak memiliki simpanan dana ataupun asuransi
yang mengcover diri kita, meski
sekarang Pemerintah mulai mensubsidi dana kesehatan, toh pada kenyataannya masih banyak pasien terlantar.
Di
negera-negara maju, hubungan antara petugas medis dan pasien adalah mitra, sementara
di Indonesia hubungannya masih menyuburkan iklim paternalitik. Banyak yang
masih menganggap dokter atau petugas medis adalah dewa. Akibatnya banyak orang
berpikir apapun yang diresepkan dokter pastilah manjur dan harus bisa lekas
sembuh, merasa kecewa saat ke dokter dan tidak diresepkan obat apapun, bahkan
saat tidak kunjung sembuh tak jarang dokterlah yang disalahkan, tidak dipercaya
lagi dan yang lebih ekstrim adalah saat ada kesalahan yang mengakibatkan
sakitnya semakin parah maka dituntutlah sebagai malpraktek.
Nampaknya
memang telah menjadi lingkaran setan. Sang pasien berobat ke dokter
mengharapkan segepok obat, dokter
yang tidak memberi resep tidak dipercaya sebagai dokter yang mumpuni, sehingga
tidak sedikit dokter yang menuruti hal tersebut. Sang dokter yang memiliki banyak jadwal jaga
atau yang memiliki banyak antrean pasien terpaksa membatasi waktu konsultasi,
pasien pun tidak berani bertanya apapun tetang resepnya dan menerima begitu
saja apapun yang diresepkan. Bila terjadi sesuatu siapa yang dirugikan? Yah tentulah pasien.
Pasien
sebagai konsumen medis harusnya sadar benar apa yang menjadi hak dan
kewajibannya. Sebagai konsumen medis kita harus cermat sama halnya kita sebagai
konsumen produk lain. Membeli barang saja kita detail sekali mencermati
harganya, spesifikasinya, dan informasi lainnya, sebaiknya juga lah kita lebih
cermat dan bijak lagi saat menjadi konsumen medis yang jelas-jelas penting
sekali karena menyangkut hidup dan mati karena suatu penyakit.
Sebagai
konsumen medis kita berhak memperoleh informasi yang benar dan obyektif atas
layanan kesehatan yang kita gunakan. Kita harus tahu obat yang diberikan kepada
kita baik isi, efektivitas maupun resiko efek sampingnya. Kita juga berhak
meminta waktu untuk berpikir mau menebus obatnya atau tidak. Selain itu ada
juga hak untuk mendapatkan edukatif promotif atau penyuluhan kesehatan dan
upaya preventif karena petugas kesehatan tidak hanya bertanggungjawab mengobati
di kala sakit.
Adapun
kewajiban kita sebagai konsumen adalah belajar sebanyak mungkin, bukan untuk
menjadi sok tahu dihadapan dokter,
namun konsumen perlu peduli atas penyakit yang dialaminya. Mulailah mencari
informasi dan mempelajari dasar-dasar kesehatan atau guideline medis dengan memanfaatkan kemajuan teknologi melalui
situs-situs internet yang terpercaya. Lebih aktif mencari informasi/ berdiskusi
dengan tenaga medis saat medical visit.
Bahkan bila perlu kita wajib mencari second
opinion dari dokter lain. Aktiflah untuk mencari tenaga medis yang RUD (Rational
Use of Drugs). Sadarilah bahwa dokter hanyalah manusia biasa yang juga memiliki
keterbatasan. Mulailah untuk berbagi responsibility
terhadap masalah kesehatan kita sendiri. Apabila kita tidak peduli, lantas
siapa lagi?. Mari kita menjadi konsumen cerdas.
*Artikel ini diikutsertakan dalam “Lomba Menulis & Kontes SEO 2013 – Konsumen Cerdas“ yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Standarisasi dan Perlindungan Konsumen
Kementerian Perdagangan (http://ditjenspk.kemendag.go.id/) dalam rangka memperingati Hari Konsumen Nasional.
Kementerian Perdagangan (http://ditjenspk.kemendag.go.id/) dalam rangka memperingati Hari Konsumen Nasional.
yup,,makin cerdas kita tky yah
BalasHapusMantaaaap mak infonya. Sukses ya..
BalasHapuswah, informasi yang diberikan menarik dan inspiring banget. Terimakasih mba.
BalasHapushttp://siiudib.blogspot.com/