Semakin hari semakin mantap kami untuk tidak menyekolahkan anak kami, Fachry (3yo), paling tidak untuk usia preschool ini. Kami belum tahu next bagaimana, tapi yang jelas kami sepakat untuk tidak memasukkan Fachry ke PAUD, Kelompok Belajar, Preschool atau apapun lah namanya, yang mulai menjamur di Indonesia beberapa tahun belakangan ini. Sejak mengikuti webinar Homeschooling yang diadakan Rumah Inspirasi http://rumahinspirasi.com/webinar-homeschooling-2013-1/, saya semakin yakin bahwa kami mampu menjalaninya bahkan tidak terpikir apapun rintangan yang bakal terjadi.
Mungkin orang awam akan berpikir kami keluarga aneh, but it’s my life, it’s my family, it’s my child and it’s my call.
Meski suami sebenarnya tidak pernah secara gamblang mengungkapkan
persetujuannya namun suami saya, Lukytho adi, tidak pernah melarang saya
ikut berkumpul bersama praktisi Homeschooling, tidak pernah
menunjukkan keberatannya untuk jadi praktisi HS, maka cukup bagi saya
untuk memulai mempersiapkan diri menjalani hari-hari sebagai praktisi
HS.
Metode HS ini begitu menarik untuk saya karena saya ingin
mengeksplorasi sendiri apa-apa yang menjadi minat anak kami tanpa harus
membebaninya pada hal-hal lain yang membuatnya kehilangan fokus pada
minat dan bakatnya. Saat di usia preschoolnya ini yang kami
harapkan bukan pada kemampuan akademisnya namun pada kecintaannya pada
proses mencari ilmu pengetahuan itu sendiri.
Banyak
pertanyaan yang diajukan teman-teman saya berkaitan dengan keputusan HS
kami diantaranya adalah tentang sosialisasi anak. Beruntungnya kami,
Fachry memiliki sifat dari kedua orangtuanya yang tergolong mudah
beradaptasi dan mencari teman. Seperti hari ini, saat bermain di area
Tamiya dia berusaha mendekati anak-anak baik sebaya, lebih kecil maupun
yang lebih tua untuk ‘mencari teman’. Kami mengamatinya dari jauh dan
tertawa kecil melihat tingkah lucunya saat berusaha berkenalan. Meskipun
kami di hari-hari biasa jarang mengajaknya berkegiatan bersama
teman-teman di lingkungan rumah, namun kami tidak khawatir dia kesulitan
bersosialisasi. Kami hanya perlu menanamkan bagaimana sebaiknya ia
memperlakukan teman sebaya, menyayangi dan mengalah dengan teman yang
lebih kecil dan bersikap sopan dengan orang yang lebih tua.
Ada juga pertanyaan tentang kompetisi anak-anak HS. Di sekolah anak
terbiasa berkompetisi dengan teman-teman sekelasnya seperti dalam ujian
dan perlombaan. Memang untuk anak-anak HS kompetisi lebih mengarah pada
kompetisi dengan dirinya sendiri, mengalahkan egonya, mengalahkan
sifat-sifat buruknya. Untuk dunia luar lebih diarahkan pada kolaborasi
dan bukan kompetisi. Kolaborasi menghasilkan hal-hal yang bermanfaat
jauh lebih baik bukan daripada berkompetisi?.
Pertanyaan yang
agak susah saya jawab adalah tentang bagaimana HS untuk orangtua yang
keduanya bekerja di luar rumah. Beruntungnya saya dan suami adalah
pekerja mandiri. Sehingga kami bisa membagi waktu/ mengatur waktu untuk
proses HS anak kami. Intinya hanya pada seberapa bisakah anda memenej
waktu. Apabila anda sanggup mengelola berarti anda bisa menjalankan
praktek HS ini. Jadi semua tergantung pada seberapa besar usaha anda
untuk mengaturnya. Misal saat orangtua keduanya bekerja, orangtua bisa
berkolaborasi dengan kakek nenek, tante, atau pengasuh lalu bisa
dipantau dari jauh. Namun bila tidak bisa ya artinya praktek HS akan
sulit untuk dilakukan karena HS ini berbasis peran orangtua.
Beberapa hal yang saya ingat sekali dalam webinar HS berkaitan dengan
kesiapan saya menjadi praktisi HS untuk Fachry di usia Preschool diantaranya jargon “better late than early”, meski saat ini kita sering dibombardir dengan jargon “Jangan melewatkan Golden Age”
namun kita perlu perhatikan bahwa dimasa emasnya ini bukan berarti sang
anak harus kita jejali dengan segala macam kemampuan-kemampuan
akademis. Justru di masa emasnya ini kami sebagai orangtua tidak akan
melewatkannya dengan menyerahkan dia pada pihak lain, tapi justru kami
harus menginvestasikan waktu kami untuk sebuah kebersamaan yang
menyenangkan, menciptakan kenangan-kenangan manis yang bisa diingatnya
hingga dewasa, banyak-banyak mengobrol, menciptakan bounding antara orangtua dan anak.
Bismillah..kami siap menjadi Kepala Sekolahmu Nak ! Kami bukan orangtua
super, tapi kami ingin belajar dan bertumbuh bersamamu. Kelak kita
kursus bahasa Inggris bersama yah. Hehehe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar