Mungkin bagi banyak orang apa yang saya alami ini cenderung aneh. Saya begitu tidak bisa mendengar nada suara yang tinggi dalam artian dibentak terlebih dimarahi orang. Siapa pun orang nya, apakah saya memang di posisi salah atau tidak. Terlebih bila saya di posisi tidak salah, saya bisa menjadi begitu traumatik dengan peristiwa tersebut. Saat kejadian berlangsung biasanya saya menjadi tidak bisa berkata apa-apa, menahan tangis, dan seketika tangis yang sudah tidak bisa terbendung itu pecah seketika. Rasanya begitu tidak nyaman.
Saya masih begitu ingat akan peristiwa di masa kecil saya, kira-kira saat masih duduk di bangku kelas 3 atau 4 Sekolah Dasar. Saat itu saya dan teman-teman saya sedang bermain bersama. Lalu salah seorang teman saya mengajak untuk membeli makanan ringan. Saya tahu di dekat rumah saya ada tetangga yang memiliki toko yang menjual makanan ringan, namun teman saya mengajak untuk beli di toko lain. Sebenarnya saya enggan, karena saat itu saya sudah berpikir tentang rasa tidak enak dengan tetangga saya apabila dia tahu kami tidak berbelanja di toko nya. Meski sebenarnya sah-sah saja kan kami membelanjakan uang kami dimana saja. Ketakutan saya pun terjawab. Saya yang berusaha menghindar agar tidak terlihat tetangga saya itu pada akhirnya jadi "korban" amukannya, karena ternyata teman saya yang justru ketangkap basah malah memfitnah saya, bahwa saya lah yang mempengaruhi teman saya untuk tidak belanja di toko nya. Oh My God. Saya tidak bisa merekam jelas apa saja omelannya. saya langsung berlari kerumah dan ngumpet di dalam lemari. Ibu saya yang waktu itu baru pulang, kebingungan mencari saya. Untung akhirnya ketahuan, kalau tidak mungkin saya bisa pingsan di dalam lemari.
Selanjutnya hingga dewasa saya paling tidak suka dan begitu ketakutan apabila ada orang yang marah-marah khususnya terhadap saya. Saya sendiri sejak kecil hidup dalam pengasuhan yang tidak pernah saya ingat orangtua saya pernah memarahi saya. Mungkin karena saya anak yang penurut jadi tidak ada alasan orang tua saya memarahi saya. Maka setelah menikah bila suami saya sedikit membentak saja, saya bisa nangis semalaman di dalam kamar..hehehe
Pernah juga saya ke sebuah pasar yang terkenal di Surabaya, karena toko satu dengan yang lain jaraknya sempit untuk lewat, ditambah ada pelanggan di kanan kirinya, saya yang lewat dengan menggendong anak saya tanpa sengaja menyenggol sebuah tas koper dan menjatuhkannya, seingat saya sih karena tersangkut tas saya. Seketika ada orang yang saya rasa pembeli di salah satu toko itu mengomel tanpa henti, mengucap kata-kata kasar, padahal saya sudah berhenti dan membenarkan letak tas tersebut ke tempat semula. Orang itu mengatakan "barang segede gitu koq ya masih di tabrak aja tho mbak, mbak...apa ya gak keliatan matanya" saya sudah jawab dengan mengatakan" maaf bu saya bukannya dengan sengaja menabraknya, semua ini tidak sengaja" namun orang itu seakan tidak mendengar jawaban saya dan terus menyerocos tanpa henti. Seolah dia puas dengan mengomeli saya. Saya pun berlalu dengan menahan tangis, suami saya yang berjalan mendahului kami tidak tahu akan kejadian istrinya dimarah-marahi orang. Huft...dan saya berjanji tidak akan pernah lewat area toko itu lagi.Sesampai dirumah saya masih teringat kejadian tersebut dan kembali menangis tersedu-sedu. Hadeeeh...Melo banget.
Terakhir beberapa waktu lalu, di pagi hari saat semalam saya sudah menangis tanpa henti karena tersinggung dengan ucapan suami saya yang merasa sebagai lulusan sarjana S1 saya seharusnya serba bisa, eh waktu bangun dan telah menata hati tiba-tiba suami minta tolong belikan sabun di toko sebelah rumah. Berangkatlah saya dengan hati yang damai karena itu pertanda pertengkaran semalam telah usai. Setiba di toko saya kaget karena si ibu toko ngomel-ngomel perihal pesanan cetakan fotonya yang hasilnya jelek. Menantunya memesan pada suami saya. Saya tahu itu, tapi untuk pengerjaan, hasil dan sebagainya saya tidak tahu-menahu dan merasa itu bukan urusan saya. Itu murni pekerjaan suami dan bila mau komplain harusnya ke suami saya. Saya sebenarnya sudah mengalah, menahan tangis di toko itu dan berkata mungkin foto nya bu..dia tetap saja bersikukuh kalau fotonya bagus. Okelah saya bilang silahkan komplain ke yang mencetak jangan komplain ke saya. Saya pun bergegas pulang.Entah mengapa peristiwa itu membekas sakali di hati saya. Sesak rasanya.
Saya sadar saya tidak boleh terus hidup dalam bayang-bayang kebencian terhadap orang yang berlaku jahat pada saya. Tapi saya sendiri tidak tahu bagaimana cara menghilangkannya. Meski beberapa waktu telah berlalu, amarah saya pun reda, rasa sakit di hati lenyap, tapi ingatan itu terus ada dan tidak mudah hilang begitu saja. Ketika peristiwa semacam itu terjadi saya pun rapuh kembali.
Beruntung beberapa hari yang lalu saya mengenal melalui dunia maya sosok seseorang yang mampu menghilangkan trauma pada dirinya sendiri, seperti pernah saya posting sebelumnya, di agensi kepenulisan yang saya ikuti yaitu Indscriptcreative kebetulan sedang melakukan Personal Branding Agency terhadap seorang meditator bernama Adjie Silarus. Menurut beliau meditasi dapat menghilangkan trauma. Koq bisa? Iya, karena meditasi akan menuntut saya untuk berdamai dengan diri sendiri apapun masalah yang dihadapi sehingga lama kelamaan akan mengikis trauma tersebut. Meditasi juga membuat kita bisa menikmati hidup dan merasa lebih bahagia. Dengan meditasi kita akan lebih fokus di masa sekarang, berdamai dengan masa lalu, dan siap menjelang masa depan. Semoga saya bisa konsisten melakukan meditasi supaya traumatik terhadap peristiwa "dimarah-marahi" itu bisa hilang, lalu saya bisa kuat hati menyikapi orang yang sedang marah-marah di masa yang akan datang. Hehehe...